Selaku pemilik modal, kepentingan pengusaha tentunya bagaimana meraih profit sebesar-besarnya. Sementara, kepentingan buruh atau pekerja adalah mencari nafkah demi mencapai kesejahteraan pribadi serta keluarga.
“Meskipun dua kepentingan tersebut kontras, namun keduanya saling membutuhkan.”
Dalam tataran ideal, perusahaan yang menangguk profit besar seharusnya menjadi garansi bagi kesejahteraan buruh. Sederhananya, perusahaan kaya tentu akan mampu membayar upah layak sehingga pekerja menjadi sejahtera.
UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan kemudian hadir sebagai bentuk perhatian negara agar tataran ideal hubungan industrial bisa menjadi nyata. Misi utama Hukum Ketenagakerjaan adalah sebisa mungkin menyeimbangkan antara perlindungan hak-hak buruh dan menjaga iklim bisnis yang kondusif.
Misi tersebut dipertegas dalam bagian penjelasan UU Ketenagakerjaan,
“Pembangunan ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja/buruh serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha”
Dalam pasal 1 angka 16 menjelaskan
Hubungan Industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang berdasarkan nilai nilai Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Meninjau dari pengertian undang-undang tersebut dapat ditarik kesimpulan hubungan industrial merupakan hubungan antara seluruh pihak terkait dan berkepentingan. Terutama yang menangani proses produksi maupun pelayanan dari sebuah suatu perusahaan.
Agar perusahaan dapat berjalan dengan baik, dapat memulai untuk menciptakan hubungan industrial yang sejalan, mensejahterakan, harmonis, serta aman.